khairiyati

Teruslah menulis....mana tahu di antara tulisan kita bisa mengispirasi dan memotivasi orang lain... ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Sebuah Keputusan

Tantangan Gurusiana (Hari ke-22)

Nur membuka lemari pakaiannya dan mengeluarkan beberapa potong pakaian yang akan dibawanya ke kampung, setelah dirasa cukup ia memasukkannya ke dalam koper. Sebelum menutup koper ia teliti lagi satu persatu pakaian yang sudah tersusun rapi. Sudah cukup gumamnya, toh ia tidak akan lama berada di kampung. Koper itupun ia tutup dan menyandarkannya di samping lemari.

Sambil menunggu suaminya pulang dari kantor, Nur menyiapkan makanan untuk suaminya, ia memasak sambal kesukaannya sumur jengkol dan pepes ikan, serta tidak ketinggalan sambal terasi, mmmm..pasti suaminya akan makan dengan lahapnya. Akhirnya kelar juga ia menyiapkan santap malam untuk suaminya. Setelah semuanya beres ia pun beranjak ke kamar mandi, ia tidak ingin disaat suaminya pulang tubuhnya masih tercium aroma dapur. Sambil mematut-matut dirinya di depan cermin Nur memoleskan bedak di wajahnya yang kuning langsat.

Terdengar suara salam di depan pintu, Nur bergegas keluar menuju ruang tamu, sambil berjalan ia jawab salam. Ternyata suaminya yang telah pulang dari kantor. Segera saja ia ambil tas kerja suaminya seraya mencium tangannya.

“Capek bang?” tanya Nur membuka percakapan. Ia memukul bibirnya pertanyaan ini tidak seharusnya terucap. Karena itu bukanlah suatu pertanyaan yang harus dijawab, tanpa ditanyapun suaminya pasti akan bilang kalau ia capek. Ditambah lagi macet yang dirasakan selama perjalanan pulang ke rumah. Nur bergegas ke dapur dan menyiapkan secangkir teh panas untuk suaminya, disertai gorengan panas yang baru dibuatnya.

“Minum dulu bang, biar badannya enakan,” katanya sambil meletakkan segelas teh di atas meja.

“Terimakasih sayang,” katanya sambil mencomot goreng pisang. Dengan lahap ia menggunyah goreng pisang tersebut sehingga tidak menyadari kalau telah menghabiskan dua goreng pisang.

Nur yang sedari tadi duduk di samping suaminya terus saja memperhatikan suaminya yang tengah menikmati goreng pisang bikinannya. Perlahan Nur berkata kepada suaminya.

“Bang, besok pagi anterin Nur dulu ke bandara ya, sebelum abang pergi kerja.”

“Oke boss,” jawab suaminya menggoda.

”Berapa lama adek di sana,” tanya Lutfi sambil memandangi wajah istrinya.

“Belum tau bang, lihat kondisi di sana,” jawab Nur.

“Abang berharap kamu tidak terlalu lama di sana karena di sini abang juga memerlukan kamu dek.”

“Iya bang, semoga kesehatan mama cepat pulih seperti semula.”

Pagi-pagi buta Nur sudah menuju ke bandara dengan diantar suaminya. Ia menaiki Pesawat Lion Air penerbangan pertama yang akan membawanya ke kota Padang. Setelah melintasi udara selama lebih kurang satu jam empat puluh lima menit. Pesawat berhasil landing di Bandara Internasional Minangkabau. Hari sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Bergegas ia mengemasi barang bawaannya dan membawanya keluar, sambil matanya mencari taxi yang tengah menunggu penumpang. Setelah melambaikan tangan taxi itupun datang menghampirinya. Ia pun langsung menghempaskan tubuhnya di jok mobil tersebut.

“Ke Tabing Pak,” pintanya kepada sopir taxi.

“Baik bu,” sopir mengiyakan sambil membawa kendaraan ke arah yang diminta. Sambil terus mengemudikan mobilnya sopir itupun menceritakan pengalaman hidupnya. Tidak butuh waktu lama akhirnya Nur sampai di halam rumah yang bercat kuning gading. Setelah membayar ongkos ia berlalu dan berjalan ke rumahnya.

Perlahan diketuknya pintu rumah seraya mengucapkan salam. Terdengar suara seseorang yang menyuruhnya untuk masuk. Perlahan ia buka pintu rumah dan mencari mamanya. Ia tidak menemukan mamanya di ruang tamu, Nur langsung saja melangkah menuju ke kamar mamanya. Ia melihat sosok yang begitu dicintainya tengah terbaring di sana.

“Assalamualaikum.. ma,” katanya sambil mencium tangan yang sudah keriput itu dan tetasa kaku. Ia tidak mendengar jawaban salam dari mamanya. Nur melihat wajah mamanya dengan seksama, ada yang berubah ternyata. Wajah mamanya tidak simetris lagi dan mulutnya seperti komat kamit banyak yang ingin diucapkan tetapi tidak ada satupun kata yang berhasil keluar. Nur memeluk mamanya sambil menjerit histeris.

“Mama…..,” tangisnya pecah tak terbendung lagi. Ia tidak mengira kalau mamanya separah ini. Ia hanya dikabari oleh adek laki-lakinya kalau mama mereka terjatuh di kamar mandi. Dan adiknya tidak secara detail menjelaskan kondisi mamanya. Ia merasa bersalah karena tidak pulang lebih awal.

“Ma…..maafkan Nur ya ma…” katanya sambil terus memeluk tubuh mamanya. Amri mendekati kakaknya, dan memintanya untuk bersabar dengan cobaan ini.

“Kenapa uni, tidak dikasih tau keadaan mama yang sebenarnya,” tanya Nur kepada adiknya.

“Udah uni, waktu Amri menelpon bang Luthfi sudah diceritakan semuannya,”

“Kok bang Lutfi gak cerita ya,” Nur merasa heran kenapa suaminya tidak menjelaskan secara jelas kejadian yang menimpa mamanya.

Sudah hampir enam bulan Nur merawat mamanya, namun keadaannya belum juga membaik. Ia tidak tega meninggalkan mamanya dalam keadaan seperti ini. Sementara suaminya setiap saat meminta Nur untuk kembali ke Jakarta.

Baiti Jannati, 5 Februari 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap un

05 Feb
Balas

Makasih Ri

06 Feb

Bagus yat..! di tunggu lanjutannya..

06 Feb
Balas

Lanjutannya ada padamu... hehehe...

06 Feb

He he...

06 Feb
Balas



search

New Post